Ket foto : Tanah yang digunakan untuk menimbun laut diduga berasal dari pengerukan bukit di sekitar kawasan limbah B3 Kabil. |
1DETIK.INFO Batam – Proyek reklamasi pantai ilegal di Kampung Panau, Kabil, Kota Batam, oleh PT Blue Steel kembali menuai kontroversi. Tanah yang digunakan untuk menimbun laut diduga berasal dari pengerukan bukit di sekitar kawasan limbah B3 Kabil, yang kemudian diperjualbelikan oleh pengelola lahan berstatus PL (Penggunaan Lahan) kepada perusahaan tersebut. Praktik ini mengarah pada dugaan keterlibatan pemilik PL dalam kegiatan *cut and fill* yang menguntungkan pribadi secara ilegal.
Berdasarkan investigasi di lapangan, aktivitas pengerukan bukit tersebut dikelola oleh seorang pria bernama Pak Hamzah, yang juga mempekerjakan dua perempuan yang diduga anaknya untuk mencatat jumlah truk yang mengangkut tanah. Ribuan truk tanah dikabarkan telah diangkut dan digunakan untuk reklamasi PT Blue Steel, meskipun perusahaan ini belum mengantongi izin resmi untuk reklamasi dari pihak berwenang.
Dugaan pelanggaran semakin kuat karena pemilik PL diduga melanggar perjanjian HPL (Hak Pengelolaan Lahan) yang mengatur tata kelola lahan. Dengan melakukan *cut and fill* secara sepihak dan menjual tanah kepada PT Blue Steel, pengelola lahan dituding telah mengeruk keuntungan tanpa izin resmi pemerintah, yang menimbulkan kerugian lingkungan dan sosial.
Aktivitas reklamasi ini tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga mencemari pantai dan merusak sumber mata pencaharian warga setempat. Protes warga Kampung Panau, yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, telah berlangsung berulang kali. Mereka sebelumnya menuntut penghentian reklamasi yang telah merusak habitat laut, di mana ikan dan biota laut lainnya, seperti kepiting dan udang, kini semakin sulit ditemukan.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum, khususnya Krimsus Polda Kepri, untuk segera bertindak tegas. Dugaan komersialisasi tanah kerukan bukit yang dilakukan oleh pengelola PL dianggap sebagai pelanggaran hukum serius yang harus segera dihentikan. Selain itu, masyarakat Kota Batam juga meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam menangani kasus ini, mengingat proyek reklamasi tersebut sudah dinyatakan ilegal sejak awal.
“Ini sudah jelas-jelas pelanggaran. Aparat hukum dan dinas terkait harus segera turun tangan, jangan sampai dibiarkan agar tidak menjadi preseden buruk untuk dikemudian hari," ujar Seorang Aktivis dan Pemerhati Kota Batam yang tidak ingin disebut namanya.
Sementara itu, aktivitas pengerukan bukit yang berada tak jauh dari gudang PT Enviro Cipta Lestari dan PT Greenindo Plastiktama di kawasan industri Kabil, terus berlangsung. Dugaan komersialisasi tanah ini semakin mempertegas adanya pelanggaran aturan yang melibatkan oknum tertentu, baik dari pihak pengelola lahan maupun perusahaan.
Kasus ini menambah panjang daftar proyek reklamasi ilegal dan kegiatan cut and fill di kota Batam yang kerap terabaikan oleh pihak Aparat yang berwenang. Masyarakat berharap aparat hukum dan pemerintah tidak hanya menghentikan proyek reklamasi, tetapi juga mengusut tuntas dan memproses hukum para pelaku yang terlibat dalam skema kegiatan yang diduga ilegal tersebut. Pemerintah dan aparat hukum terkait diharapkan tidak menutup mata terhadap kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh praktik-praktik yang diduga ilegal tersebut.
Dengan segala kerusakan yang sudah terjadi, masyarakat Kampung Panau kini hanya bisa berharap agar hukum benar-benar ditegakkan demi menyelamatkan lingkungan dan masa depan masyarakat Nelayan disana.
(Gultom)
0 Komentar