Selayar, 1detikInfo - Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan yang melibatkan seorang anggota Dewan Terpilih AS terus bergulir. Pelapor dalam kasus ini menegaskan bahwa ia tidak akan menempuh jalur damai dan bersikukuh untuk melanjutkan proses hukum hingga tuntas.
Pelapor Kades Bontomalling, yang merasa dirugikan oleh tindakan pemalsuan tersebut, menilai bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran serius yang harus mendapatkan penanganan hukum yang sesuai. "Ini bukan masalah pribadi semata, tetapi masalah integritas dan kepercayaan publik terhadap para wakil rakyat," ujar pelapor kepada Pewarta saat di konfirmasi via WhatsAppnya Kamis (27/6).
Nurman Matasa mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mendamaikan kedua belah pihak baik melalui jalur partai terduga pelaku maupun lembaga legislatif di Kabupaten Kepulauan Selayar. (28/6)
"Bahkan melalui Ketua PDI Perjuangan Selayar, Pak Anas, juga angkat tangan. Terus lewat Ketua DPRD Selayar, Pak Mappatunru, tidak ada (penyelesaian) juga," jelas Nurman Matasa.
Menurut laporan, tanda tangan yang dipalsukan digunakan untuk kepentingan pribadi yang menguntungkan oknum anggota dewan tersebut. Hingga saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap motif dan pihak-pihak yang terlibat dalam pemalsuan ini.
Dia pun mengungkapkan bahwa kasus pemalsuan tandatangan tangan Kepala Desa (Kades) dan Kepala Dusun (Kadus) di Desa Bontomalling yang menyeret nama AS, oknum Anggota DPRD Selayar terpilih pada Pemilu 2024 itu, kini telah naik ke tahap penyidikan.
"Kasus sudah naik sidik. Dan dalam waktu dekat berkasnya rampung baru kita lakukan tahap 1. Sekarang dalam tahap perampungan berkas. Insya Allah, paling lambat awal bulan Juli 2024 kita sudah kirim berkasnya ke Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar," beber Iptu Nurman Matasa.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Nurman Matasa mengatakan pihaknya sudah mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan pemalsuan tandatangan tersebut ke Pihak Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar. Namun, karena penyidik butuh waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti lain sehingga pengiriman berkas perkara agak lambat sehingga akhirnya pihak Kejaksaan mengembalikan SPDP tersebut ke pihak Kepolisian.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan menambah daftar panjang kasus dugaan korupsi dan pelanggaran etika yang melibatkan para pejabat publik. Banyak pihak berharap agar kasus ini dapat segera terselesaikan dengan adil dan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran hukum.
0 Komentar