Proyek Pematangan Lahan Tanjung Piayu oleh BP Batam Memicu Perbincangan.



1Detik, Batam (Kepri) – Inisiatif Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam pembebasan dan pematangan lahan di Tanjung Piayu, Batam, untuk relokasi warga terdampak pembangunan, telah menjadi fokus perhatian publik. Proyek ini didukung oleh dana dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan alokasi anggaran mencapai Rp24,209,697,400 untuk tahun anggaran 2023 dan 2024.

Kontrak untuk pelaksanaan proyek ini diberikan kepada PT. Bahana Prima Nusantara sebagai kontraktor, dan PT. Kriyasa Abdi Nusantara sebagai konsultan supervisi. Proyek direncanakan berlangsung selama 240 hari kalender, dimulai pada 19 Desember 2023. Namun, kebijakan BP Batam yang membatasi izin pengembangan kavling sejak 2016 menambah kompleksitas situasi.


Investasi yang signifikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memunculkan pertanyaan kritis terkait efisiensi dan transparansi penggunaan dana publik dalam proyek ini, serta kepatuhan terhadap peraturan zonasi dan izin. Masyarakat Batam bersama pengamat menyoroti perlunya kejelasan dan akuntabilitas dalam setiap tahap proyek, dengan fokus pada manfaat langsung bagi warga yang terdampak pembangunan.

Observasi lapangan menunjukkan penggunaan tanah urug dari Bukit Pancur, dekat SMK Negeri 9, dan di Bukit depan Kantor Lurah Sei Pancur, untuk memadatkan lahan kavling yang mayoritas masih berupa rawa di Sei Daun. Metode pengangkutan tanah dengan truk tanpa penutup terpal menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan dan keselamatan pengendara di jalan umum, terutama potensi penyebaran tanah dan risiko longsor saat musim hujan pada lokasi Pengerukan yang berada tepat didepan kantor lurah sei pancur Piayu sei beduk.

Partisipasi aktif dari komunitas masyarakat dan pemerhati lingkungan menjadi penting untuk memastikan bahwa proyek ini tidak hanya mematuhi standar regulasi, tetapi juga meminimalkan dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Ini menekankan urgensi dialog dan transparansi dalam setiap tahap proyek, untuk mendukung pembangunan yang bertanggung jawab dan inklusif di Kota Batam - Kepulauan Riau.

Hingga berita ini diunggah, kami terus berupaya mengonfirmasi kepada BP Batam terkait pematangan lahan ini dan juga meminta tanggapan dari pihak lainnya.

Mengingat proyek pematangan lahan Tanjung Piayu melibatkan dana signifikan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk relokasi warga terdampak pembangunan, serta adanya kekhawatiran terkait dampak lingkungan dan keselamatan pengguna jalan dari metode pengangkutan tanah di jalan umum.


Di sisi lain, Mulkan, perwakilan RIAU CORRUPTION WATCH Provinsi Kepulauan Riau (RCW KEPRI), menyoroti pelaksanaan kegiatan pematangan lahan di wilayah Tanjung Piayu. Sorotan utama adalah terkait AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan pengelolaan anggaran. Menurut RCW KEPRI, setiap kegiatan yang berpotensi berdampak pada lingkungan harus memiliki izin AMDAL sebagai bagian dari tanggung jawab penggunaan anggaran daerah.

"Dalam konteks ini, kami mengingatkan bahwa izin AMDAL merupakan kewajiban yang harus dipenuhi," kata perwakilan RCW KEPRI.

RCW KEPRI menegaskan bahwa jika semua prosedur dan peraturan terpenuhi, kegiatan pematangan lahan dapat dilanjutkan. Namun demikian, jika izin yang diperlukan belum lengkap, RCW KEPRI berhak untuk mempertanyakan dan mengambil langkah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kritik dari RCW KEPRI menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan transparansi dalam penggunaan anggaran daerah. Ini sejalan dengan upaya mencegah potensi penyimpangan dan korupsi dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.

"Penggunaan anggaran daerah untuk kegiatan yang berdampak lingkungan harus dipertanggungjawabkan dengan baik," Tanggap yang akrab disapa Bang Mulkan.



Gultom.

0 Komentar

KLIK DISINI Untuk MENDAFTAR
Cari Semua Kebutuhanmu Disini!