Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Totok Hariyono meminta, pimpinan Bawaslu daerah (Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota) mengetahui konstruksi hukum dalam memutuskan penyelesaian sengketa proses Pemilu 2024. Melihat potensi permohonan akan banyak setelah penetapan DCT (daftar calon tetap), maka menurutnya perlu mengetahui alur mekanisme hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pencalonan.
Dia mengungkapkan, pada awal November, KPU akan menetapkan DCT legislatif. Totok meyakinkan, bakal ada kalangan yang tak puas dan mengajukan sengketa kepada Bawaslu. "Jadi sudah harus dibaca PKPU (Peraturan KPU) mengenai pencalonan. Wajib hukumnya tahu alur pencalonan karena nanti akan berkolerasi dengan putusan," katanya sebelum membuka Rapat Teknis Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Tahun 2024 Gelombang III yang berlangsung di Jakarta, Senin (9/10/2023) malam.
Lelaki kelahiran Malang, 5 Februari 1967 ini meminta peserta yang merupakan pimpinan Bawaslu daerah mengikuti dengan sungguh-sungguh. "Nanti akan ada simulasi karena nanti akan berhadapan langsung dengan empiri (pengalaman nyata). Jadi, sudah tahu bagaimana persidangannya, walaupun tidak sama persis, " tuturnya.
Sarjana hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri ini menyerukan agar putusan atau hasil mediasi dari sengketa proses pemilu tersebut berasal dari konstruksi hukum yang tepat. "Jangan membebankan pekerjaan kepada staf. Minimal pimpinan (Bawaslu daerah) itu tahu konstruksi hukumnya. Misalnya kalau permohonan ditolak maka pertimbangan hukumnya jelas seperti a,b,c,d. Lalu kesimpulannya dan penerapan pasal-pasal yang berkaitan. Jadi, tahu konstruksi hukum putusannya harus tahu," tegasnya.
Selain itu, Totok meminta pimpinan Bawaslu daerah tahu mengenai hukum acara penyelesaian sengketa proses pemilu. "Mekanisme dan tata cara dalam proses penyelesaian sengketa proses pemilu ini juga harus tahu," seru dia.
"Cara mediasi misalnya, kita tidak mengenal adanya kaukus (pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak yang lainnya) karena mediasi dalam Bawaslu kesepakatannya harus terbuka. Dan kesepakatannya tak boleh melanggar peraturan perundang-undangan seperti melanggar PKPU (Peraturan KPU). Jadi sekali lagi, paham PKPU-nya," imbuh ayah tiga anak tersebut.
Mantan Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur ini mengingatkan pimpinan Bawaslu daerah untuk menjaga marwah dan kewibawaan sebagai mediator maupun majelis dalam menyelesaikan permohonan sengketa proses pemilu. "Harus bisa memimpin. Harus bisa menjaga kewibawaan lembaga di saat menghadapi situasi 'crowded' (genting dan beban kerja besar). Kita bekerja selama lima tahun ini memberikan persembahan yang terbaik," pintanya. (Sumber : Website Bawaslu)
0 Komentar