Fakfak.1Detik.Online-
Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) anggaran hibah penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Fakfak tahun 2020, menyatakan banding terhadap vonis Majelis hakim yang dinilai lebih rendah dari tuntutan JPU.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Arthur Frits Gerald, S.H, MH via telepon kepada 1Detik, rabu (18/10) malam.
Kata Arthur, dalam putusan Hakim, para terdakwa dinilai bersalah dan memutus masing-masing terdakwa dengan putusan 5 tahun penjara kepada Mantan Plt. Sekretaris KPU Fakfak, Ocen Wairoy, membayar denda sebesar Rp. 500 juta dan juga pengembalian kerugian keuangan negara senilai Rp.1 Milyar. Sedangkan putusan penjara 4 tahun dijatuhkan kepada Jonathan Christian Mangampa, dengan denda Rp.100 juta dan pengembalian kerugian keuangan negara senilai Rp.200 juta.
Vonis yang di bacakan Hakim, Berlinda Ursula Mayor, S.H.,LL.M, Hermawanto, dan Pitayartanto, rabu (18/10) dini hari tersebut, menurut Arthur lebih rendah dari tuntutan JPU.
Dalam tuntutan JPU, kedua terdakwa dituntut masing-masing, 12 tahun penjara kepada Ocen Wairoy dengan pengembalian kerugian negara Rp.10 Milyar, dan untuk terdakwa Jonathan Christian Mangampa, dituntut 9 tahun penjara dengan pengembalian kerugian negara, Rp.10 Milyar.
Meski demikian, Arthur menyayangkan sikap Hakim Tipikor yang sampai saat ini belum menyerahkan salinan putusan kepada JPU guna menyiapkan memori banding. Padahal akta banding sudah di tandatangani JPU.
"Kami harus menyiapkan memori banding. Di dalam memori banding kami harus menerima salinan putusan lengkap berkaitan dengan semua pertimbangan majelis hakim tetapi sampai sekarang ini kami belum menerima salinan putusan lengkap tersebut. Jadi bagaimana kami mau membuat memori banding ? Padahal saat pembacaan putusan, hakim telah membaca putusan itu secara lengkap". sesalnya.
Arthur menyebut sikap Majelis Hakim tidak sesuai dengan KUHAP hukum acara pidana. Hal lain yang juga di anggap tidak sesuai dengan KUHAP yakni, Majelis Hakim meminta JPU agar saat itu juga menyatakan sikap berkaitan dengan vonis yang dibacakan. Padahal mestinya, berdasarkan KUHAP pasal 233 ayat 2, waktu untuk JPU menyatakan sikap adalah 7 hari sejak pembacaan putusan.
Sebelumnya pada, jumat (13/10) pelaksanaan sidang dilakukan secara marathon. Dalam sehari itu, ada tiga agenda persidangan yakni, agenda pemeriksaan saksi ahli, saksi meringankan dan pemeriksaan para terdakwa. Dihari yang sama Hakim juga meminta JPU harus membuat tuntutan. Secara tegas, Arthur mengatakan, persidangan tersebut tidak lagi sesuai dengan KUHAP.
"Secara logika saja tidak mungkin kami membuat tuntutan di hari jumat itu. Karena sidang hari jumat itu saja ada tiga agenda dan sidangnya selesai pukul sebelas malam". pungkasnya.(red)
0 Komentar