1Detik - Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Peribahasa tersebut layak untuk menggambarkan fakta dalam kasus penganiayaan oleh anak petinggi Direktorat Jendral Pajak, Mario Dandy Satrio (20).
Nama Mario bermula dari viralnya aksi penganiayaan yang dilakukan kepada putra petinggi GP Ansor, Cristalino David Ozora (17) di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2) lalu.
Penyebabnya, kekasih Mario inisial AG memberitahu kalau dirinya mendapatkan perlakuan tidak baik dari David. Pelaku yang sudah naik pitam mencoba mendatangi pelaku.
Dengan gagah berani dan kepedeannya sambil membawa mobil Jeep Rubicon bernomorkan polisi B 120 DEN, Mario mendatangi David yang pada saat itu tengah berada di rumah temannya. Singkatnya, korban dipukul dan ditendang berkali-kali secara bengis meskipun David sudah tidak sadarkan diri.
Mario lantas diamankan polisi dan ditetapkan menjadi tersangka bersama temannya, Shane Lukas (19) yang pada saat kejadian keji itu berlangsung ada di lokasi namun tidak berupaya untuk menghentikan. Sedangkan David terbaring dalam kondisi koma di RS Mayapada Jakarta.
Kepada penyidik, Mario mengaku pada saat itu bukan menganiaya korban melainkan cekcok yang menyebabkan perkelahian.
"Dari BAP awal itu yang terjadi adalah bukan penganiayaan, tetapi yang terjadi adalah perkelahian, jadi saling pukul," ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (2/3).
Keterangan David Terbantahkan
Usut punya usut, rupanya anak Dirjen Pajak itu memberikan keterangan palsu yang tidak sesuai dengan fakta. Hal tersebut diungkapkan Kepolisian usai berhasil mengantongi bukti kejadian aslinya.
"Pada awalnya para tersangka dan pelaku ini tidak memberikan keterangan yang sebenarnya setelah kami sesuaikan di CCTV," beber Hengki.
Dari rekaman CCTV akhirnya terungkap sandiwara Mario. "CCTV di seputaran TKP sehingga kami bisa melihat peranan dari masing-masing orang yang ada di TKP," jelas dia.
Mario Cs Sudah Rencanakan Penganiayaan
Lebih lanjut, setelah melibatkan ahli digital forensik dan memeriksa percakapan pada pesan WhatsApp, rekaman video, dan CCTV, tergambar jelas adanya perencanaan sejak awal.
"Pada saat mulai menelepon SL (Shane), kemudian bertemu SL (Shane) kemudian pada saat di mobil bertiga, ada mens rea atau niat di sana," ucapnya.
Selain terencana, Hengki menuturkan, unsur actus reus atau wujud perbuatan melawan hukum pun dipastikan telah terpenuhi. Hengki menjelaskan saat terjadi penganiayaan, ada tiga kali tendangan ke arah kepala, dua kali menginjak tengkuk dan satu kali pukulan ke arah kepala.
Hengki menyebut, beberapa kata-kata umpatan juga terdengar dari video yang beredar tersebut. Bukti-bukti tersebut cukup untuk menunjukkan niat Mario Dandy melakukan penganiayaan.
"Ada free kick, baru ditendang ke kepala, seperti tendangan bebas. Ada kata-kata 'gua gak takut kalau anak orang mati'. Bagi penyidik di sini dan sudah kami koordinasikan kami konsultasikan dengan ahli, ini bisa merupakan mens rea, niat jahat dan actus reus atau wujud perbuatan," ujar dia.
Menurut Hengki, penganiayaan yang dialami korban David pun terbilang sadis.
"Ini korban sudah tidak berdaya, dua kali ditendang masih diadakan penganiayaan lebih lanjut ke arah kepala," ujar dia.
Adapun untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Mario dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman lima tahun penjara.
Sementara untuk Shane Lukas, ditetapkan pasal 355 ayat 1 KUHP juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau 76 c 80 UU Perlindungan Anak.
Terhadap Agnes, polisi menetapkan pasal 76 c juncto pasal 80 UU Perlindungan Anak atau 355 ayat 1 juncto pasal 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 356 KUHP.
Sumber: Merdeka.com
0 Komentar