Direktur Reskrimsus Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio mengatakan penyelidikan ini berawal dari informasi adanya warga di Batang yang merasa data identitasnya dipakai oleh nomor seluler yang tidak dikenal.
Polisi yang melakukan penyelidikan akhirnya berhasil mengendus pelaku dan menangkapnya di rumahnya yang berada di Dusun Jetis, Kelurahan Dlimas, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang, pada Februari lalu.
"Mendapati tersangka KA diduga sedang melakukan registrasi kartu perdana dan ditemukan di TKP tersebut komputer yang terhubung dengan beberapa modem pool yang berisi kartu-kartu perdana serta beberapa boks kartu perdana," kata Dwi di kantornya, Rabu (8/3/2023).
Dari hasil penyelidikan, ternyata pelaku memang berbisnis jual beli sim card seluler. Pembeli tidak perlu melakukan registrasi lantaran kartu yang dijualnya telah teregistrasi. Adapun registrasi itu dilakukan menggunakan data orang lain.
KA diduga telah melakukan aksinya itu sejak 2020 dan telah berhasil menjual ribuan keping sim card seluler. "Omzetnya ini Rp 15 juta per bulan," jelas Dwi.
Polisi lantas menelusuri cara KA memperoleh data identitas orang lain. Ternyata pria lulusan SMA itu mendapatkannya dari internet.
"Kegiatan aktivasi dan registrasi kartu perdana tersebut dengan menggunakan data kependudukan (NIK dan NKK) milik orang lain yang didapatkan dengan mendownload dari internet setelah melakukan pencarian melalui Google," kata Dwi.
Pihaknya berjanji akan berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri dan Kementerian Kominfo terkait tersebarnya identitas di internet yang bisa bebas diunduh.
Selain menangkap pelaku, polisi juga menyita beberapa bukti berupa komputer, flashdisk dongle, puluhan modem pool, handphone activator, handphone, dan ribuan kartu perdana yang belum dijual.
Pasal yang dijeratkan yaitu Pasal 51 ayat (1) jo pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal penjara 12 tahun dan denda Rp 12 miliar.
Selain itu polisi juga menjeratnya menggunakan Pasal 94 jo pasal 77 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal penjara 6 tahun dan denda Rp 75 juta.
Sumber: Detik.com
0 Komentar