1Detik - Keriuhan memasuki tahun politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024 semakin terasa. Pernyataan para politikus hingga pejabat pemerintahan yang terkait dengan pesta demokrasi pun semakin disorot.
Namun demikian, di tengah situasi politik yang semakin menghangat itu masyarakat diminta untuk tetap jernih dan tidak terpancing dengan usulan, wacana, atau pernyataan kontroversial dari para politikus atau pejabat pemerintahan.
Contoh pernyataan kontroversial terbaru dikemukakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau yang kerap disapa Cak Imin. Dia sempat mengusulkan penghapusan jabatan gubernur. Cak Imin menyampaikan pernyataan kontroversial di Jakarta pada Senin (30/1/2023) lalu.
Menurut Muhaimin, jabatan gubernur itu tidak fungsional dalam jejaring pemerintahan sehingga tidak masalah apabila ditiadakan.
”Fungsi gubernur hanya sebagai sarana penyambung pusat dan daerah. Pada dasarnya, fungsi itu terlampau tidak efektif karena tidak mempercepat penyampaian pusat ke daerah. Di sisi lain, anggarannya terlalu besar,” ujar Cak Imin.
Akan tetapi, PKB belakangan meralat pernyataan Muhaimin. Menurut mereka, yang dimaksud dalam usulan Muhaimin adalah supaya pemilihan gubernur secara langsung dihapuskan.
Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, masyarakat sebaiknya tidak terlalu menanggapi pernyataan Muhaimin.
Sebab menurut Feri, selain bertentangan dengan konstitusi, usulan Muhaimin itu juga berpotensi hanya untuk memancing keriuhan di tengah tahun politik.
"Oleh karena itu publik ya harus cerdas juga. Pernyataan-pernyataan itu jangan dijadikan untuk membangun kemarahan di tengah masyarakat," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Menurut Feri, usulan yang dilontarkan penghapusan jabatan gubernur yang disampaikan Muhaimin hanya asal-asalan dan terlihat tidak memahami Undang-Undang Dasar 1945.
"Apa yang dia sampaikan itu ya salah kaprah. Apa yang dia sampaikan itu sangat mudah dibantah karena konstitusi kan tidak bisa menghilangkan jabatan gubernur," ucap Feri.
Feri juga menyoroti pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD soal isu penundaan pemilu dan wacana masa jabatan presiden 3 periode.
Saat menyampaikan pidato dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Lemhannas RI 2023 di Kantor Lemhannas, Jakarta, pada Rabu (1/2/2023) lalu, Mahfud menyatakan pihak yang melontarkan wacana masa jabatan presiden 3 periode tidak melanggar hukum.
"Bahwa kemudian ada pikiran-pikiran lain, saya katakan itu di luar pemerintah dan itu hak. Kita tidak bisa menghalangi kalau seseorang ketua partai politik, kelompok masyarakat tertentu berwacana itu harus diperpanjang. Itu kan ya tidak melanggar hukum," kata Mahfud.
Mahfud juga menyinggung soal wacana penundaan Pemilu 2024. Dia mengatakan wacana itu bukan disampaikan oleh pemerintah.
"Kalau dari Pemerintah, jelas. Bahwa kemudian ada pikiran-pikiran lain, saya katakan itu di luar pemerintah dan itu hak," ucap Mahfud.
Feri menilai pernyataan Mahfud memperlihatkan dia bersikap permisif terhadap 2 wacana yang justru bertentangan dengan UUD 1945.
"Enggak ada yang bisa menunda Pemilu, sebab UU Pemilu sudah mengantisipasi agar tidak ada penundaan," ucap Feri.
"Isu ini hanyalah cara bagaimana yang berkuasa menciptakan isu, padahal dalam UU pemilu tidak ada penundaan Pemilu dalam keadaan apapun," lanjut Feri.
Feri juga berpesan supaya media massa tidak gegabah dalam menyikapi setiap pernyataan tokoh politik dan pejabat pemerintahan menjelang Pemilu.
"Media juga berhati-hati. Pernyataan-pernyataan yang tidak perlu direspons jangan dikapitalisasi agar kemudian publik bisa tenang dan proses penyelenggaraan politik kepemiluan kita bisa berjalan dengan baik," ucap Feri.
Sumber: Kompas.com
0 Komentar